Liputan6.com, Jakarta - Posisi wakil presiden kerap dianggap sebagai 'ban serep' belaka. Padahal di sisi lain presiden dan wakil presiden merupakan pemimpin yang dipilih bersama sama oleh rakyat atau dwitunggal. Oleh sebab itu posisi wakil presiden tidak dapat lagi dianggap sekedar subordinasi presiden.
Hal tersebut dikatakan anggota majelis nasional Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) Syaiful Bahari dalam diskusi “Dwitunggal Anies-Muhaimin: Kolektif Kolegial Menuju Indonesia Adil dan Sejahtera”, di Jakarta, 21 Desember 2023, yang diselenggarakan oleh Kaukus Aktivis 89. Diskusi tersebut menghadirkan anggota majelis nasional SKI Syaiful Bahari dan anggota Kaukus Aktivis 89 Standarkiaa Latief.
Baca Juga
“Relevansi konsep kepemimpinan dwitunggal telah disampaikan Anies dan Muhaimin. Dan jika dilihat secara sosiologis , kepemimpinan dwitunggal lahir dari krisis politik,” ujarnya.
Advertisement
Pada kesempatan yang sama, Standarkiaa Latief menyoroti pentingnya revisi undang-undang terkait peran dan tanggungjawab presiden dan wakil presiden maka dibutuhkan pembahasan yang komprehensif di parlemen.
Ia mengatakan akan lebih parah lagi orang yang sama-sama dipilih rakyat dalam pilpres tidak diatur kewenangannya masing-masing, mengingat saat ini UU hanya mengatur bahwa wakil presiden membantu presiden, tapi ini tidak diatur detail kewenangan dan perannya seperti apa.
“Jangan sampai wakil presiden karena melihat di dalam UU tidak ada aturan mengenai peran wakil presiden akhirnya hanya mengandalkan presiden saja sebagai pemimpin bangsa,” katanya.
Diskresi Menghilangkan Benturan
Menurutnya pada pucuk kepemimpinan nasional tidak akan terjadi matahari kembar, mengingat presiden dan wakil presiden memiliki hak diskresi, “kedua pemimpin ini bisa berbicara bagaimana menggunakan hak diskresinya agar tidak terjadi benturan-benturan dalam pengelolaan kekuasaan.”
Tema dwitunggal mencuat kembali saat Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar menyebut mereka sebagai dwitunggal. Dalam sejarah berdirinya Indonesia, dwitunggal merupakan konsep kepemimpinan politik yang hadir di saat Indonesia mengalami krisis multidimensi.
Advertisement